Pages

Tuesday, May 21, 2013

Panggilan Allah kepada hamba-hambanya.

Dalam Al-Qur’an, manusia dipanggil oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menggunakan panggilan sesuai kedekatan dan kedudukannya, misalnya, “yaa ayyuhannas”, “yaa ayyuhalladzina aamanuu”, “yaa ayyuhal kafirun” dan salah satu panggilan mesra serta akrab adalah “yaa ‘ibadii”. Allah pun menyebut hamba-hamba yang dikasihi-Nya dengan panggilan “ibadurrahman” atau hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah. Kelak di yaumil akhir, ‘ibadurrahman akan bersama para nabi, shiddiqin, syuhada dan as-sholihin. “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rosul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (An-Nisaa ayat 69).

Sifat dan karakteristik “ibadurrahman” atau hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah telah dijelaskan dalam surat Al-Furqon ayat 63 sampai ayat 77, antara lain :

• Orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati. Siapakah ? Adalah mereka yang berjalan di muka bumi dengan santun, tenang, penuh wibawa, tidak berlagak sombong, dan sewenang-wenang, tidak berbuat kerusakan di dalamnya serta tidak bermaksiat kepada Allah.

• Bila ditegur orang yang jahil, ia mengucapkan salam kedamaian. Mereka membalas sikap dan perkataan orang-orang yang tidak baik dengan kebaikan. Orang-orang sholeh sepanjang sejarah manusia selalu dihadapkan dengan perilaku buruk dan zalim manusia yang jauh dari hidayah.

• Orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Mereka istiqomah mendirikan sholat tahajud di malam hari, ibadah sunah yang sangat tinggi nilainya di hadapan Allah. Sedikit orang yang mampu melakukannya pada saat sebagian besar manusia tidur lelap. Mereka justru sedang asyik bermesraan dengan Tuhan pemilik semesta sehingga pantas mendapatkan kedudukan yang mulia.

• Apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebihan dan tidak pula kikir serta pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian. Ada dua konsep keseimbangan dan kehormatan diri dalam menyikapi harta, yaitu tabzir dan israf. Tabzir atau pelakunya disebut mubazzirin adalah perilaku boros dan membuang-buang harta yang merupakan perbuatan syaitan. Sedangkan irraf atau pelakunya disebut musrifin adalah berlebih-lebihan dalam segala hal. Makan, minum kekenyangan, belanja berlebihan menuruti hawa nafsu, menonton berlebihan hingga lupa waktu, bahkan dalam berinfak juga berlebihan dan seterusnya. Dalam hal ini Allah tidak suka kepada orang yang berlebihan. (SK 21052013)

No comments:

Post a Comment