ALLAH
SUBHANAHU WA TA’ALA BERFIRMAN, “KAMU ADALAH UMAT TERBAIK YANG PERNAH
DILAHIRKAN UNTUK MANUSIA, MENGAJAK KEPADA YANG MAKRUF DAN MENCEGAH DARI
YANG MUNGKAR, SERTA BERIMAN KEPADA ALLAH”. (ALI IMRAN AYAT 110).
Sayyid Quthub ketika mengupas tafsir ayat di atas menulis, “Inilah
permasalahan yang harus difahami dan dimengerti oleh umat Islam agar
mereka mengetahui hakekat diri dan nilainya, serta dimengerti bahwa
mereka itu dilahirkan untuk maju ke garis paling depan guna memegang
kendali kepemimpinan, karena mereka adalah umat terbaik”. Bila
mencermati sejarah umat Islam, kita akan mendapati betapa hebatnya
generasi pertama Islam itu. Baik yang hidup bersama Rosulullah maupun
semasa khalifah yang empat, dan beberapa masa sesudahnya. Prestasi dan
sepak terjang mereka dalam berbagai bidang, benar-benar mencengangkan
dunia. Kepiawaian mereka di bidang seni dan budaya, keahlian mereka di
bidang politik, perang dan ekonomi, kecerdasan mereka di bidang penemuan
ilmiah seperti mathematika, keindahan budaya arsitektur sampai kepada
penegakkan keadilan dan pencapaian kesejahteraam masyarakat yang penuh
dengan keberkahan dan keridhoan Ilahi. Semuanya benar-benar merupakan
manifestasi dari keagungan dan kesucian ajaran Islam. Untuk itu kita
wajib meneladani mereka itu.
Deretan ilmuwan mathematika,
astronomi, kedokteran seperti al-Khawarismi, Bairuni, Ibnu Haitam, Ibnu
Rusyd, Ibnu Sina dan Hinaya. Mereka ini merupakan pahlawan yang
memperkaya khasanah peradaban manusia karena semangat berfikir dan
bertindaknya atas naungan dan bayangan Al-Qur’an. Marquis de Dufferin
(seorang penulis Barat) mengatakan, “Kepada ilmu pengetahuan, kesenian
dan kebudayaan kaum muslimin, bangsa-bangsa eropa sangat berhutang budi
kepada umat Islam. Berkat pengetahuan yang dibangun oleh ilmuwan
Islam-lah bangsa eropa mampu memperoleh kebebasan diri mereka dari
kekacauan abad-abad kegelapan”. Juga A.M.L. Stoddard dalam bukunya,
“Dunia Baru Islam” menegaskan, “Selama tiga abad pertama timbulnya Islam
(kira-kira tahun 650-1000), dunia Islam adalah bagian dunia yang paling
berbudaya dan paling maju di dunia”
Berdasarkan kenyataan
historis itulah banyak ilmuwan sampai pada kesimpulan bahwa, sebenarnya
menjadi seorang muslim berarti mengambil posisi sebagai pionir dalam
berbagai bidang kehidupan. Dalam diri setiap muslim tertanam semangat
dan cita-cita untuk memperbaiki keadaan umat manusia, kaya dengan
gagasan-gagasan baru yang siap direalisasikan untuk menegakkan kebenaran
dan keadilan, serta professional dalam mengembangkan dakwah agama Allah
di mata umat manusia.
Menjadi seorang muslim memang memikul
tanggung jawab yang besar di muka bumi ini (coba anda baca ayat di
atas). Dan sebagai konsekuensi logis dari umat Islam sebagai umat yang
terbaik hadir di pentas sejarah. Yusuf al-Qaradhawi mengatakan, “Rahasia
sukses generasi pertama Islam adalah mereka sangat memperhatikan
waktu”. Ketamakan mereka dalam memanfaatkan waktu mengalahkan
ketamakannya terhadap uang, tegasnya “Waktu bukan saja lebih berharga
dari pada emas, tetapi juga kunci sukses untuk kehidupan dunia dan
akherat”. Karena itu Yusuf al-Qaradhawi mengkritik keras umat Islam yang
cenderung lebih senang membuang-buang waktu, padahal sebenarnya mereka
telah melewati ambang kebodohan dan kepikunan. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman, “Berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan, bukan
berkejaran dalam berbuat kejahatan” (Al-Baqarah ayat 148), dan
Rosulullah pun mendukung perintah ini dengan sabdanya, “Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”. Profesor
Dr. H.M. Yunan Nasution pada saat menulis disertasi tentang corak
pemikiran kalam tafsir Al-Azhar karya Profesor Dr. Buya Hamka
berkesimpulan, “Dalam masyarakat modern, dimana kekuatan ekonomi suatu
bangsa juga menentukan harkat dan martabat bangsa itu, misalnya
kesadaran tentang kerja, terutama yang memberi dorongan kuat bagi
peningkatan kemampuan ekonomi haruslah dimiliki oleh umat Islam”. Hal
ini menunjukkan bahwa anjuran Islam untuk bekerja, berkarya dan
berprestasi sangat diperhatikan sebagaimana Rosulullah bersabda, “Jika
hari kiamat hampir tiba, dan tangan salah seorang diantara kamu ada
bibit pohon kurma, dan kamu masih sempat menanamnya, maka tanamlah,
dengan demikian kamu mendapatkan pahala”.
Diriwayatkan oleh
Baihaqy, Abi Ya’la dan Ibnu Asakir dari A’isyah bahwasanya,
“Sesungguhnya Allah menyukai seorang yang apabila melakukan pekerjaannya
ia menekuninya”. Sungguh menekuni sebuah pekerjaan dengan jujur dan
tulus ikhlas dalam mencari keridhoan Allah, niscaya orang tersebut telah
mewarnai dunia dengan sikap yang jujur dan ketulusannya itu. Untuk itu,
dia berhak memperoleh kebahagiaan berkat kejujuran dan ketulusannya,
dan dunia memang harus diwarnai dengan kerja keras yang dilandasi sikap
jujur dan tulus ikhlas demi menggapai ridha-Nya. Ada sebuah teks kasidah
Burdah Bushry berbunyi, ”Nafsu itu bagaikan susu. Jika engkau menyusu,
ia akan tumbuh menjadi dewasa dengan susu. Jika engkau sapihi dia, ia
akan tumbuh dengan sapihan. Karenanya, jauhilah keinginan nafsu”.
Wallahu a’lam. (SK 23052013)
Sayyid Quthub ketika mengupas tafsir ayat di atas menulis, “Inilah permasalahan yang harus difahami dan dimengerti oleh umat Islam agar mereka mengetahui hakekat diri dan nilainya, serta dimengerti bahwa mereka itu dilahirkan untuk maju ke garis paling depan guna memegang kendali kepemimpinan, karena mereka adalah umat terbaik”. Bila mencermati sejarah umat Islam, kita akan mendapati betapa hebatnya generasi pertama Islam itu. Baik yang hidup bersama Rosulullah maupun semasa khalifah yang empat, dan beberapa masa sesudahnya. Prestasi dan sepak terjang mereka dalam berbagai bidang, benar-benar mencengangkan dunia. Kepiawaian mereka di bidang seni dan budaya, keahlian mereka di bidang politik, perang dan ekonomi, kecerdasan mereka di bidang penemuan ilmiah seperti mathematika, keindahan budaya arsitektur sampai kepada penegakkan keadilan dan pencapaian kesejahteraam masyarakat yang penuh dengan keberkahan dan keridhoan Ilahi. Semuanya benar-benar merupakan manifestasi dari keagungan dan kesucian ajaran Islam. Untuk itu kita wajib meneladani mereka itu.
Deretan ilmuwan mathematika, astronomi, kedokteran seperti al-Khawarismi, Bairuni, Ibnu Haitam, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina dan Hinaya. Mereka ini merupakan pahlawan yang memperkaya khasanah peradaban manusia karena semangat berfikir dan bertindaknya atas naungan dan bayangan Al-Qur’an. Marquis de Dufferin (seorang penulis Barat) mengatakan, “Kepada ilmu pengetahuan, kesenian dan kebudayaan kaum muslimin, bangsa-bangsa eropa sangat berhutang budi kepada umat Islam. Berkat pengetahuan yang dibangun oleh ilmuwan Islam-lah bangsa eropa mampu memperoleh kebebasan diri mereka dari kekacauan abad-abad kegelapan”. Juga A.M.L. Stoddard dalam bukunya, “Dunia Baru Islam” menegaskan, “Selama tiga abad pertama timbulnya Islam (kira-kira tahun 650-1000), dunia Islam adalah bagian dunia yang paling berbudaya dan paling maju di dunia”
Berdasarkan kenyataan historis itulah banyak ilmuwan sampai pada kesimpulan bahwa, sebenarnya menjadi seorang muslim berarti mengambil posisi sebagai pionir dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam diri setiap muslim tertanam semangat dan cita-cita untuk memperbaiki keadaan umat manusia, kaya dengan gagasan-gagasan baru yang siap direalisasikan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, serta professional dalam mengembangkan dakwah agama Allah di mata umat manusia.
Menjadi seorang muslim memang memikul tanggung jawab yang besar di muka bumi ini (coba anda baca ayat di atas). Dan sebagai konsekuensi logis dari umat Islam sebagai umat yang terbaik hadir di pentas sejarah. Yusuf al-Qaradhawi mengatakan, “Rahasia sukses generasi pertama Islam adalah mereka sangat memperhatikan waktu”. Ketamakan mereka dalam memanfaatkan waktu mengalahkan ketamakannya terhadap uang, tegasnya “Waktu bukan saja lebih berharga dari pada emas, tetapi juga kunci sukses untuk kehidupan dunia dan akherat”. Karena itu Yusuf al-Qaradhawi mengkritik keras umat Islam yang cenderung lebih senang membuang-buang waktu, padahal sebenarnya mereka telah melewati ambang kebodohan dan kepikunan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan, bukan berkejaran dalam berbuat kejahatan” (Al-Baqarah ayat 148), dan Rosulullah pun mendukung perintah ini dengan sabdanya, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”. Profesor Dr. H.M. Yunan Nasution pada saat menulis disertasi tentang corak pemikiran kalam tafsir Al-Azhar karya Profesor Dr. Buya Hamka berkesimpulan, “Dalam masyarakat modern, dimana kekuatan ekonomi suatu bangsa juga menentukan harkat dan martabat bangsa itu, misalnya kesadaran tentang kerja, terutama yang memberi dorongan kuat bagi peningkatan kemampuan ekonomi haruslah dimiliki oleh umat Islam”. Hal ini menunjukkan bahwa anjuran Islam untuk bekerja, berkarya dan berprestasi sangat diperhatikan sebagaimana Rosulullah bersabda, “Jika hari kiamat hampir tiba, dan tangan salah seorang diantara kamu ada bibit pohon kurma, dan kamu masih sempat menanamnya, maka tanamlah, dengan demikian kamu mendapatkan pahala”.
Diriwayatkan oleh Baihaqy, Abi Ya’la dan Ibnu Asakir dari A’isyah bahwasanya, “Sesungguhnya Allah menyukai seorang yang apabila melakukan pekerjaannya ia menekuninya”. Sungguh menekuni sebuah pekerjaan dengan jujur dan tulus ikhlas dalam mencari keridhoan Allah, niscaya orang tersebut telah mewarnai dunia dengan sikap yang jujur dan ketulusannya itu. Untuk itu, dia berhak memperoleh kebahagiaan berkat kejujuran dan ketulusannya, dan dunia memang harus diwarnai dengan kerja keras yang dilandasi sikap jujur dan tulus ikhlas demi menggapai ridha-Nya. Ada sebuah teks kasidah Burdah Bushry berbunyi, ”Nafsu itu bagaikan susu. Jika engkau menyusu, ia akan tumbuh menjadi dewasa dengan susu. Jika engkau sapihi dia, ia akan tumbuh dengan sapihan. Karenanya, jauhilah keinginan nafsu”. Wallahu a’lam. (SK 23052013)